Botol kecap bisa jadi inspirasi bagi orang-orang yang
mengalami kesulitan hidup. Apa hubungannya botol kecap dengan hidup? Nah cerita
berikut adalah inspirasi bagi teman-teman yang merasa hidup penuh ujian dan
cobaan. Seringkali kita merasa Tuhan tidak adil kepada kita, kita merasa telah
berbuat hal-hal yang baik dalam hidup dan suka menolong orang lain, namun kok
hidup ini selalu ditimpa musibah dan tidak ada tanda-tanda pertolongan dari
Tuhan. Mari kita simak cerita inspirasi berikut ini agar kita tahu bagaimana
kita harus bersikap menghadapi kesulitan hidup.
Dikisahkan ada seorang pengusaha
kaya yang tampak bahagia. Uang bukan masalah baginya. Usahanya maju, dia jarang
rugi, hampir semua bisnisnya mendatangkan keuntungan berlipat. Seakan-akan,
uang itu mengejar-ngejar dirinya.
Dia pun memiliki istri yang cantik, anak-anak yang sehat dan lucu. Akan tetapi, di balik kesuksesannya itu ada banyak perilaku buruk yang dia lakukan. Pengusaha ini gemar melakukan maksiat.
Karena berkantong tebal, dia dengan mudah bisa bergonta-ganti pasangan alias main perempuan, melakukan kecurangan dalam bisnis, mengonsumsi makanan dan minuman haram, dan beragam kemaksiatan lainnya.
Dia pun memiliki istri yang cantik, anak-anak yang sehat dan lucu. Akan tetapi, di balik kesuksesannya itu ada banyak perilaku buruk yang dia lakukan. Pengusaha ini gemar melakukan maksiat.
Karena berkantong tebal, dia dengan mudah bisa bergonta-ganti pasangan alias main perempuan, melakukan kecurangan dalam bisnis, mengonsumsi makanan dan minuman haram, dan beragam kemaksiatan lainnya.
Sampai suatu ketika, dia mengalami sebuah peristiwa yang
mengubah hidupnya. Anaknya yang berusia tiga tahun meninggal dunia karena
kecelakaan yang disebabkan keteledoran dirinya. Peristiwa itu membawa perubahan
dalam dirinya.
Dia bertobat dan bertekad untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang biasa dia lakukan. Dia pun mulai belajar melakukan shalat, pergi ke masjid, melaksanakan puasa Ramadhan, dan sebagainya.
Di tengah upaya perbaikan diri itulah, krisis moneter yang menghantam pada tahun 1998 telah membawa perubahan drastis dalam bisnisnya. Perlahan, tetapi pasti, dia mengalami kebangkrutan. Satu per satu perusahaan miliknya gulung tikar dan berpindah tangan.
Dia bertobat dan bertekad untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang biasa dia lakukan. Dia pun mulai belajar melakukan shalat, pergi ke masjid, melaksanakan puasa Ramadhan, dan sebagainya.
Di tengah upaya perbaikan diri itulah, krisis moneter yang menghantam pada tahun 1998 telah membawa perubahan drastis dalam bisnisnya. Perlahan, tetapi pasti, dia mengalami kebangkrutan. Satu per satu perusahaan miliknya gulung tikar dan berpindah tangan.
Utangnya
membengkak sehingga tabungan dan depositonya di bank serta properti dan
kendaraannya habis untuk menutupi utang-utangnya itu. Jika sebelumnya kata
"gagal" dan "rugi" seakan menjauh darinya, sekarang kedua
kata itu seakan lekat dengannya.
Jika sebelumnya gelimang rupiah demikian mudah dia dapatkan, sekarang uang recehan pun seakan enggan mendekat kepadanya. Telah berkali-kali, dia mencoba bangkit, merintis kembali bisnisnya, tetapi berkali-kali pula dia gagal. Tumpukan emosi negatif seakan tumpah ruah di otaknya.
Jika sebelumnya gelimang rupiah demikian mudah dia dapatkan, sekarang uang recehan pun seakan enggan mendekat kepadanya. Telah berkali-kali, dia mencoba bangkit, merintis kembali bisnisnya, tetapi berkali-kali pula dia gagal. Tumpukan emosi negatif seakan tumpah ruah di otaknya.
Dalam kesulitan hidup yang mengimpit tersebut, dia
mempertanyakan keadilan Tuhan. Saat tenggelam dalam kemaksiatan, begitu
mudahnya rezeki didapat, tetapi setelah meninggalkan kemaksiatan, rezeki pun
ikut meninggalkan dirinya.
"Apakah ada yang salah? Ke mana doa-doa yang
selama ini dia panjatkan? Apakah Tuhan tidak mendengar atau tidak sudi
mengabulkan doaku? Bukankah Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang serta akan
mengabulkan doa-doa dari setiap hamba-Nya?"
Begitu keluhnya. Memang, di tengah kesulitan itu, kuantitas ibadah semakin berlipat-lipat. Namun, itu semua seakan belum cukup untuk mengembalikannya pada "kehidupan normal".
Begitu keluhnya. Memang, di tengah kesulitan itu, kuantitas ibadah semakin berlipat-lipat. Namun, itu semua seakan belum cukup untuk mengembalikannya pada "kehidupan normal".
Berkali-kali, dia mendatangi ustaz dan kiai untuk meminta
doa dan nasihat. Saat diberi doa atau amalan tertentu, dia akan melaksanakannya
dengan sungguh-sungguh. Namun, lagi-lagi semuanya berakhir dengan kekecewaan.
Dia pun mulai meragukan para kiai dan ustaz tersebut yang katanya hanya pandai
berteori. Mana buktinya?
Di ambang keputusasaan, pertolongan Allah pun datang melalui salah seorang kenalannya. Dia adalah seorang dosen agama di sebuah perguruan tinggi ternama. Dosen itu tidak membawakannya uang, menawarkan kerja sama bisnis, atau hal lain yang bersifat materi.
Namun, dia membawa nasihat yang mampu mengubah paradigma berpikir mantan pengusaha kaya ini. Tidak banyak dalil yang dia ungkapkan. Dia hanya memberikan analogi dan perlambang saja. Katanya,
Di ambang keputusasaan, pertolongan Allah pun datang melalui salah seorang kenalannya. Dia adalah seorang dosen agama di sebuah perguruan tinggi ternama. Dosen itu tidak membawakannya uang, menawarkan kerja sama bisnis, atau hal lain yang bersifat materi.
Namun, dia membawa nasihat yang mampu mengubah paradigma berpikir mantan pengusaha kaya ini. Tidak banyak dalil yang dia ungkapkan. Dia hanya memberikan analogi dan perlambang saja. Katanya,
"Seseorang tidak bisa mengisi botol penuh kecap dengan
air putih, sebelum kecapnya dibuang terlebih dahulu. Baru setelah itu,
kita bisa memasukkan air putih. Itu pun masih ada sisa-sisa kecap yang belum
terbuang sehingga air yang kita masukkan masih akan bercampur dan berwarna
hitam. Air itu harus dibuang lagi sehingga botol benar-benar bersih dari
kecap. Baru setelah itu, air yang kita masukkan benar-benar bening karena
tidak tercampur lagi dengan kecap.
Analoginya, kecap
itu adalah harta yang kita miliki dan air putih itu adalah doa dan amal
ibadah yang kita lakukan. Antara maksiat dan kebaikan tidak akan mungkin
bisa bersatu. Karena itu, ketika seseorang ingin menyucikan dirinya, semua
kotoran yang ada dalam diri dan harta harus dibuang dan dibersihkan.
Ada banyak skenario Tuhan untuk 'membersihkan' harta seseorang sehingga harta kotor yang dimilikinya benar-benar terkuras, mungkin dibangkrutkan usahanya, kena tipu, dan sebagainya. Andaipun semuanya sudah terkuras, boleh jadi masih ada kotoran yang masih tersisa dalam diri dan harta. Allah Swt. akan meinbersihkannya dengan penyakit, musibah, atau lainnya, sembari dia menahan rezeki dari orang itu. Nah, ketika dia sudah benar-benar bersih, Allah Swt. akan membukakan jalan rezeki yang halal kepadanya. Yang jadi masalah, apakah kita sabar atau tidak dalam proses pembersihan itu?"
Nasihat ini mampu menjawab pertanyaannya selama ini tentang keadilan Tuhan, tentang ijabah doa, tentang makna pertobatannya. Allah Ta'ala. mengambil sebagian besar kekaya-annya bukan karena Allah benci, melainkan Allah amat sayang dan cinta kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Sebabnya, bagaimana mungkin mengisikan nasi dan sup yang lezat ke dalam mangkuk yang blepotan dengan kotoran. Tentu sangat bijak jika mangkuk itu dibersihkan terlebih dahulu. Begitu pula qada Allah, sebelum menuangkan limpahan rahmat dan ampunan-Nya, dia akan membersihkan orang tersebut dari jelaga kemaksiatan yang masih hinggap dalam diri dan hartanya.
Beberapa tahun berlalu, mantan pengusaha kaya ini sudah berada kembali di jalur kesuksesan bisnisnya. Walau belum sesukses dahulu, tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat di hadapannya. Ibaratnya, dia tengah mengisi botol nasibnya dengan air putih keberhasilan setelah dia menumpahkan hitamnya air kemaksiatan.
Rentetan kegagalan dalam bisnis telah membawa perubahan positif dalam diri pengusaha ini walau sebelumnya dia nyaris jatuh pada keputusasaan.
Filosofi botol kecap yang disampaikan temannya telah membuka sudut pandang baru terhadap makna ujian dan makna hidup yang sebenarnya.
Dalam bahasa manajemen, pengusaha ini telah mengalami reinventing atau menemukan kembali tujuan hidupnya.
Ada banyak skenario Tuhan untuk 'membersihkan' harta seseorang sehingga harta kotor yang dimilikinya benar-benar terkuras, mungkin dibangkrutkan usahanya, kena tipu, dan sebagainya. Andaipun semuanya sudah terkuras, boleh jadi masih ada kotoran yang masih tersisa dalam diri dan harta. Allah Swt. akan meinbersihkannya dengan penyakit, musibah, atau lainnya, sembari dia menahan rezeki dari orang itu. Nah, ketika dia sudah benar-benar bersih, Allah Swt. akan membukakan jalan rezeki yang halal kepadanya. Yang jadi masalah, apakah kita sabar atau tidak dalam proses pembersihan itu?"
Nasihat ini mampu menjawab pertanyaannya selama ini tentang keadilan Tuhan, tentang ijabah doa, tentang makna pertobatannya. Allah Ta'ala. mengambil sebagian besar kekaya-annya bukan karena Allah benci, melainkan Allah amat sayang dan cinta kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Sebabnya, bagaimana mungkin mengisikan nasi dan sup yang lezat ke dalam mangkuk yang blepotan dengan kotoran. Tentu sangat bijak jika mangkuk itu dibersihkan terlebih dahulu. Begitu pula qada Allah, sebelum menuangkan limpahan rahmat dan ampunan-Nya, dia akan membersihkan orang tersebut dari jelaga kemaksiatan yang masih hinggap dalam diri dan hartanya.
Beberapa tahun berlalu, mantan pengusaha kaya ini sudah berada kembali di jalur kesuksesan bisnisnya. Walau belum sesukses dahulu, tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat di hadapannya. Ibaratnya, dia tengah mengisi botol nasibnya dengan air putih keberhasilan setelah dia menumpahkan hitamnya air kemaksiatan.
Rentetan kegagalan dalam bisnis telah membawa perubahan positif dalam diri pengusaha ini walau sebelumnya dia nyaris jatuh pada keputusasaan.
Filosofi botol kecap yang disampaikan temannya telah membuka sudut pandang baru terhadap makna ujian dan makna hidup yang sebenarnya.
Dalam bahasa manajemen, pengusaha ini telah mengalami reinventing atau menemukan kembali tujuan hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar