“Sini kamu!”
Dari pojok lantai ia terlari tergopoh-gopoh mendekat.
“Malam ini ada pesta, aku harus tampil cemerlang. Aku tak mau ada noda didiriku” sahut sang ubin.
“Lihat, ada noda coklat disudut sana. Aku terlihat kusam. Aku tak mau mereka mencemoohku”
“Baik“, jawab kain pel singkat sambil tersenyum.
Dengan tekun ia mulai membersihkan setiap ubin hingga menjadi
cemerlang. Melepaskan kotoran-kotoran yang melekat. Menggosok hingga
ubin berkemilau seperti baru kembali. Bahkan ia sendiri dapat bercermin
pada sang ubin.
Kain pel itu sudah lama tinggal dirumah ini. Ia tinggal disudut gelap
dibawah tangga. Ubin-ubin itu tak ada yang menghiraukannya. Yang mereka
tahu, ketika mereka menjadi kotor, mereka akan berteriak memanggil kain
pel untuk membersihkannya. Dan kain pel akan datang membantu mereka
tanpa banyak tanya.
***
Malam itu sama seperti malam-malam lainnya. Pesta kembali digelar.
Lampu-lampu menyala dengan terangnya. Ruangan dihias dengan indah.
Makanan mulai disajikan. Piring, sendok dan garpu dari perak ditata
dengan indah. Ubin-ubinpun telah cemerlang, berkemilau, bersih dari
kotoran dan memantulkan cahaya lampu dengan indahnya.
Tamu mulai berdatangan, mereka memuji ubin-ubin itu. Terkadang mereka mematut-matut diri mereka di depan ubin-ubin itu.
Kain pel, dari gelapnya bawah tangga mengintip. Ia senang
pekerjaannya berhasil. Ia senang bisa membantu ubin-ubin itu,
menjadikannya lebih cemerlang. Membuat mereka menjadi pusat perhatian
orang-orang. Tapi hanya itu yang ia bisa lakukan, ia tidak bisa ikut
pesta itu. Ia hanya bisa melihat kegembiraan tanpa bisa merasakan
kegembiraan itu.
Ketika semua berpesta bergembira, ia duduk sendiri dipojok yang
gelap. Dan ketika pesta usai, ia lah yang pertama kali datang dan
membersihkan semuanya. Membuat ubin-ubin itu menjadi cemerlang dan
bersih lagi, untuk bersiap-siap di pesta berikutnya.
Ia tahu ini takdirnya, ia hanya bisa membantu ubin-ubin itu
membersihkan dirinya, membuat mereka tampil bersih dan cemerlang tapi
tidak bisa ikut dalam pesta-pesta mereka. Memang terkadang ia tak bisa
berdamai, menginginkan untuk bisa menjadi bagian dari pesta itu. Ingin
seperti ubin-ubin itu, menjadi pusat perhatian orang-orang. Tapi ia
tahu, ketika ia muncul, orang-orang akan mengusirnya, ubin-ubinpun
kadang meminta kain pel agar tetap diam dipojoknya yang gelap
Bisakah kita menerima takdir seperti kain pel ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar